Menentukan Arah Kiblat dengan Menggunakan Trigonometri

1.     Ilmu Matematika dalam Al – Quran
Matematika bisa disebut juga dengan  ilmu yang memepelajari tentang besaran, struktur, bangun ruang, dan perubahan – perubahan pada suatu bilangan. Matematika sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Mathematikos yang artinya ilmu pasti. Sedangkan dalam bahasa Belanda matematika disebut sebagai Wiskunde yang artinya ilmu tentang belajar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya yang mencangkup segala bentuk prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.
Salah satu kegiatan yang kita lakukan dalam mempelajari matematika yaitu menghitung, sehingga tidak salah jika banyak orang yang mengatakan bahwa ilmu matematika bisa disebut juga dengan ilmu Al-Hisab. Dalam urusan hitung – menghitung, Allah SWT adalah ahlinya. Alaah SWT sangat cepat dalam menghitung dang bisa dibilang sangat teliti dalam menghitung. Dalam Al – Qur’an Surah An-Nur ayat 39 yang artinya:
Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”
Sedangkan dalam Al-Quran Surah Ar-Ra’d ayat 41 yang artinya:
            “Dia-lah Yang Maha cepat perhitungannya”
            Matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari – hari baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Matematika juga merupakan ilmu yang tidak terlepas dari agama, dengan jelas dapat kita ketahui kebenarannya dari ayat – ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan matematika. Diantaranya adalah ayat – ayat yang berbicara mengenai bilangan.
“Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti” (QS. Maryam:94)
2.     Pengertian Trigonometri
Materi trigonometri merupakan materi yang menurut beberapa orang merupakan materi yang sulit. Dikarenakan merupakan materi yang tersulit, maka menyebabkan beberapa orang maupun siswa menjadi malas untuk mempelajarinya. Sebelum itu, kita harus mengetahui terelebih dahulu pengertian dari trigonometri itu sendiri.
Trigonometri diambil dalam bahasa Yunani yaitu trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur. Sehingga trigonometri adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan dengan sudut segitiga dan fungsi trigonometri seperti sinus, cosinus dan tangen. Trigonometri ini memiliki hubungan dengan geometri, meskipun ada ketidaksetujuan tentang apa hubungannya; bagi beberapa orang, trigonometri adalah bagian dari geometri. Trigonometri juga merupakan ilmu matematika yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan trigonometri kita bisa mengukur mengukur jarak suatu bintang diangkasa tanpa harus pergi kesana. Dengan trigonometri kita bisa mengukur sudut ketinggian tebing tanpa harus memanjatnya.
Hal pertama yang perlu kita pahami dalam konsep trigonometri adalah kita harus memahami bentuk dan rumus sebuah segitiga, terutama segitiga siku – siku. Pada dasarnya sebuah segitiga selalu terdiri dari 3 sisi, yaitu sisi miring, sisi samping, dan sisi depan. Selain itu segitiga memiliki 3 buah sudut yaitu sudut tegak lurus, sudut depan dan sudut samping. Dimana jika ketiga buah sudut itu ditambahkan, maka jumlah sudutya menjadi 180 derajat.
3.     Manfaat Mempelajari Trigonometri
Setelah kita mengetahui pengertian trigonometri, ada baiknya kita juga mengetahui manfaat yang dapat kita ambil setelah kita memahami serta menerapkan trigonometri, adapun manfaat mempelajari trigonometri yaitu:
a.       Mengukur luas atau mengukur keliling tanah.
b.      Penentuan koordinat titik simpul dalam metoda elemen hingga untuk analisis dinamik pada jembatan non standar.
c.       Menentukan berapa gradien tertinggi dari suatu tanjakan dijalan umum dipegunungan, agar semua kendaraan dapat melewatinya dengan selamat.
d.      Pada pengukuran ketinggian atau kontur tanah, dengan mengetahui jarak tiang pengukur yang satu terhadap yang lainnya, dan beda ketinggian antara dua tempat tiang pengukur, maka kita dapat mengetahui berapa gradien kenaikan tanah yang akan kita ukur.

4.     Trigonometri dalam Al-Qur’an
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah – manzilah (tempat – tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda – tanda (kebesaran-Nya) kepda orang – orang yang mengetahui” (QS. Yunus:5)
            Berdasarkan QS. Yunus ayat 5, kita dapatkan mengetahui bahwa Allah SWT menciptakan matahari dan bulan salah satunya adalah agar manusia – manusia dimuka bumi ini dapat mengetahui perhitungan waktu. Maka dari itu, masalah penentuan waktu sholat, awal bulan, awal tahun, maupun arah kiblat secara tepat dan akurat sangat banyak memerlukan bantuan matematika. Selain itu, trigonometri juga dapat menghitung waktu sholat dan membantu dalam penentuan penanggalan kalender hijriah. Pernah suatu ketika ada seorang tokoh agama yang menetapkan awal waktu sholat dengan rubu’ tetapi tokoh agama itu membenci matematika. Dia tidak mengerti bahwa arti kata dari rubu’ adalah seperempat, yaitu seperempat lingkaran. Dia tidak mengerti bahwa rubu’ banyak melibatkan konsep trigonometri yang merupakan materi dari matematika.
            Sebelumnya, saya pernah membaca artikel yang mengatakan bahwa dalam menentukan arah kiblat, ada satu metode untuk mengetahui arah kiblat yang benar dengan bantuan cahaya matahari. Kesempatan yang sangat tepat untuk mengetahui secara persis arah kiblat dengan posisi matahari diatas ka’bah. Posisi matahari berada tepat diatas ka’bah hanya terjadi selama dua kali dalam satu tahun. Kesempatan tersebut datang pada setiap tanggal 27 Mei pukul 11.57 LMT dan tanggal 15 Juli atau 16 Juli pukul 12.06 LMT. Bila waktu Mekah dikonversikan menjadi waktu Indonesia bagian barat (WIB), maka harus ditambah 4 jam 21 menit sama dengan pukul 16.18 WIB dan 16.27 WIB. Oleh karena itu, setiap tanggal 27 Mei atau 28 Mei pukul 16.18 WIB dapat mengecek arah kiblat dengan mengandalkan bayangan matahari yang berada pada posisi diatas ka’bah.


Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3 buah titik yang harus dibuat, yaitu :
1.      Titik A, diletakkan di Ka’bah (Mekah)
2.      Titik B, diletakkan di lokasi tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya.
3.      Titik C, diletakkan di titik kutub utara.
Titik A dan titik C adalah dua titik yang tetap (tidak berubah-ubah), karena titik A tepat di Ka’bah (Mekah) dan titik C tepat di kutub utara (titik sumbu), sedangkan titik B senantiasa berubah, mungkin berada di sebelah utara equator dan mungkin pula berada di sebelah selatannya,  tergantung pada tempat mana yang akan ditentukan arah kiblatnya.
Bila ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung pada lingkaran besar, maka terjadilah segitiga bola ABC, seperti gambar di bawah ini. Titik A adalah posisi Ka’bah (Mekah), titik B adalah posisi lokasi tempat/kota, dan titik C adalah kutub utara/titik sumbu.
 Ketiga sisi segitiga ABC di samping ini diberi nama dengan huruf kecil dengan nama sudut didepannya (dihadapannya). Sisi BC dinamakan sisi a, karena berada di depan/ berhadapan dengan sudut A. Sisi CA dinamakan sisi b, karena berada di depan/berhadapan dengan sudut B. Sisi AB dinamakan sisi c, karena berada di depan/berhadapan dengan sudut C. Atau sudut di antara sisi b dan sisi c dinamakan sudut A, sudut di antara sisi c dan sisi a dinamakan sudut B, dan sudut di antara sisi a dan sisi b dinamakan sudut C. Sudut-sudut itu dihitung dengan derajat sudut.
 Gambar di atas, dapatlah diketahui bahwa yang dimaksud dengan perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut B, yakni sudut yang diapit oleh sisi a dan sisi c.
Pembuatan gambar segitiga bola seperti di atas sangat berguna untuk membantu menentukan nilai sudut arah kiblat bagi suatu tempat dipermukaan bumi ini dihitung/diukur dari suatu titik arah mataangin ke arah mataangin lainnya, misalnya diukur dari titik Utara ke Barat (U-B), atau diukur searah jarum jam dari titik Utara (UTSB).
Untuk perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data tempat : 1).  data lintang dan bujur Ka’bah (Mekah)   = 21o 25’ LU dan   = 39o 50’ BT. 2). Data lintang tempat dan bujur tempat lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya. Sedangkan data lintang dan bujur tempat lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya dapat diambil dari taqwim/daftar/peta/buku yang tersedia lintang dan bujur tempatnya serta dari GPS (global positioning system).


Data dan Rumus Arah Kiblat yang Digunakan
a.      Data yang Digunakan :
NO
INDONESIA
ARAB
INGGRIS
SIMBOL
1
lintang tempat
ardul balad
latitude
phi =
2
bujur tempat
tulul balad
longitude
lambda =
b.       Data lintang dan bujur Ka’bah (kota Mekah) yaitu:
    1).  lintang Ka’bah (kota Mekah)  = 21o 25’ LU
     2) . bujur Ka’bah (kota Mekah)  = 39o 50’ BT
c.       Rumus yang digunakan:

1)      Rumus arah kiblat
            Cotan B = cotan b sin a - cos a.cotan c.sinc
2)      Rumus bantu
Sisi a (a) = 90o –  tp

Sisi b (b) = 90o –  mk
b = 90o –  21o 25’ = 68o 35’ (tetap)
Sisi C (c) =  tp –  mk
 Keterangan:
 tp = lintang/bujur tempat

mk = lintang/bujur Mekah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SEJARAH MATEMATIKA DI BABILONIA DAN MESIR

Sejarah Matematika Babilonia

Matematika Babylonia adalah matematika yang ditemukan di Mesopotamia 2500 tahun SM pada peradaban Babylonia. Matematika Babylonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia yang sekarang menjadi Irak. Penduduk Babylonia merupakan orang yang pertama kali menulis bilangan dari kiri ke kanan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tablet yang ditemukan ditulis dari kiri ke kanan. Sistem matematik Babylonia adalah seksagesimal atau bilangan berbasis 60. Angka 60 memiliki banyak pembagi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, dan 30, yang membuat perhitungan jadi lebih mudah.

1. Munculnya Matematika Babilonia
2500 tahun SM 'Fara periode' merupakan periode pada saat peradaban Sumeria yang digunakan oleh penduduk babylonia untuk menulis fonetis. 2340 tahun SM ‘Dinasti Akkadia’ menulis matematika dalam bahasa Akkadia dan mengembangkan sistem bilangan secara lebih lanjut. Selain itu, bangsa ini adalah penemu sempoa. 2100 tahun SM 'Ur III' merupakan pembentukan kembali Ur, kota Sumeria kuno, sebagai modal yang sekarang populasinya dicampur dengan Akkadians serta titik tinggi birokrasinya di bawah Raja Sulgi. 1800 tahun SM 'Old Babel' atau OB merupakan supremasi kota utara Babel bawah (Akkadia) dan memiliki teks-teks matematika yang paling canggih.

2. Peninggalan Matematika Babilonia
A. Bidang Geometri
Geometri digunakan oleh bangsa Babylonia sejak tahun 2000 sampai 1600 SM. Mereka menghitung keliling suatu lingkaran dengan menggunakan tiga kali diameternya, luas lingkaran digunakan seperduabelas dari kuadrat kelilingnya dengan =3,14. Volume silinder tegak dihitung dengan perkalian luas alas dengan tinggi.
B. Bidang Aljabar
Sekitar 2000 tahun SM perkembangan aljabar tidak hanya mampu menyelesaikan persamaan kuadrat, tetapi juga membahas tentang penyelesaian persamaan pangkat tiga dan empat. Hal ini terlihat adanya peninggalan berupa tablet yang isinya berupa tablet kuadrat dan pangkat tiga bilangan 1 s/d 30 dan kombinasi n3 dan n2.
C. Bilangan Seksagesimal (basis-60)
Matematika Babylonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60) karena keunggulanya pada bidang astronomi. Sistem perhitungan berbasis 60 masih ada sampai sekarang, yakni dengan diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk satu menit dan 60 menit untuk satu jam. Kelemahan sistem ini adalah tidak adanya lambang nol. Simbol 1 dan 60 sama, dalam hal ini tanda spasi juga tidak akan mampu membantu menjelaskan apakah lambang tersebut adalah 1 atau 60.
D. Plimpton 322
Sistem ini pertama kali muncul sekitar 3100 tahun SM yang dikenal sebagai sistem angka posisional, dimana nilai digit tertentu tergantung pada angka itu sendiri dan posisinya dalam nomor tersebut. Maksud dari tablet peninggalan bangsa Babylonia yang memuat tabel analis yang dikenal dengan Plimpton 322 adalah sebagai kumpulan dari G.A Plimpton di Universitas Columbia dengan katalog no.322.

3. Perkembangan Matematika di Babilonia Kuno
Babilonia adalah sebuah peradababan kuno yang terletak di kawasan tengah-selatan Mesopotamia. Kawasan Mesopotamia termasuk Sumeria, Akkad, dan Assyria. Kawasan ini sangat penting karena menjadi salah satu dari tempat awal manusia hidup bersama-sama dalam satu peradababan. Penduduk Bablonia, atau yang sering disebut Babilon, memiliki satu bahasa penulisan yang mereka gunakan untuk mempelajari perkara-perkara yang berkaitan dunia di sekeliling mereka. Sejarah mengatakan bahwa orang-orang babilon merupakan orang yang pertama kali menulis dari kiri ke kanan, dan banyak membuat banyak dokumen-dokumen bertulis.
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari.
Beberapa di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal
Para ahli matematika telah mengembangkan langkah langkah algoritma seperti cara mencari akar pangkat dua suatu bilangan. Beberapa operasi dasar matematika seperti penjumlahan, pengurangan dan perkalian tidak berbeda dengan yang telah kita gunakan zaman sekarang. Hanya satu perbedaan yang unik ketika melakukan operasi pembagian. Pembagian dilakukan dengan menggunakan sebuah tabel khusus. Seperti jika ingin membagi 14 dengan 5, maka akan dicari dengan mengalikan angka 14 dengan 2, kemudian ditaruh satu koma di satu angka belakang. 14 x 2 =28 ditaruh koma, 2,8. Tabel tabel pembagian tersebut telah dirancang khusus oleh ahli matematika kala itu. Sementara untuk pembagi dengan jumlah besar maka dilakukan secara berulang.
Bangsa Babilonia juga sudah sangat familiar dengan aturan umum untuk mengukur suatu area. Mereka mengukur keliling lingkaran sebanyak 3 kali diameter dan luasnya sebagai satu per duabelas kuadrat dari lingkaran, dan jika hitungannya benar, maka nilai π akan bernilai 3.  Volume silinder diambil sebagai produk dari alas dan tinggi, namun, volume frustum sebuah kerucut atau piramida persegi dihitung dengan tidak benar sebagai produk dari ketinggian dan setengah jumlah dari basis. Juga, ada penemuan terbaru dalam sebuah catatan kuno mencantumkan bahwa nilai π adalah 3 dan .

4. Sistem Bilangan Bangsa Babilonia
Tulisan dan angka bangsa Babilonia sering juga disebut sabagai tulisan paku karena bentuknya seperti paku. Orang Babilonia menulisakan huruf paku menggunakan tongkat yang berbentuk segitiga yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara menekannya pada lempeng tanah liat yang masih basah sehingga menghasilkan cekungan segitiga yang meruncing menyerupai gambar paku.

Gambar 1.1 59 simbol yang dibuat dari dua system simbol

Babilonia menggunakan satu untuk mewakili satu, dua untuk mewakili dua, tiga untuk tiga, dan seterusnya, sampai sembilan. Namun, mereka cenderung untuk mengatur simbol-simbol ke dalam tumpukan rapi. Setelah mereka sampai kesepuluh, ada terlalu banyak simbol, sehingga mereka berpaling untuk membuat simbol yang berbeda. Sebelas itu sepuluh dan satu, dua belas itu sepuluh dan dua, dua puluh itu sepuluh dan sepuluh. Untuk simbol enam puluh tampaknya persis sama dengan yang satu. Enam puluh satu adalah enam puluh dan satu, yang karenanya terlihat seperti satu dan satu, dan seterusnya.

5. Teori Bilangan Pada Suku Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian.
Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Sistem Numerasi Babylonia (±2000 SM), pertama kali orang yang mengenal bilangan 0 (nol) adalah Babylonian.

6. Penggunaan Tulisan Paku
Tulisan paku digunakan pada pembuatan lampengan peninggalan bangsa babilonia. Lempengan tersebut ditulis pada saat masih basah kemudian dijemur atau dibakar. Ada empat papan bertulis yang ditemukan, yaitu:
A. Papan Yale YBC 7289        
Terdiri dari sebuah papan yang digambari suatu diagram. Diagram tersebut merupakan sebuah segi empat berukuran 30.

Gambar 1.2 Yale YBC 7289
B. Papan Plimpton 322

Papan ini adalah papan tanah dengan nomor 322 yang digunakan sebagai koleksi di rumah GA Plimpton di Universitas Colombia. Papan ini memiliki 4 kolom dengan 15 baris. Tiap baris terdapat c², didalam kolom 3 terdapat -b² dan pada kolom 2 merupakan kuadrat sempurna, katakanlah c²-b²=h². Namun, pernyataan tersebut diragukan karena adanya bagian yang tidak lengkap karena rusak dan hilang. Maka dari itu, terdapat empat kesalahan penerjemahan yang menyebabkan pernyataan tersebut diragukan.
         Gambar 1.3 Papan Plimpton 322

C. Papan Susa
Papan susa meneliti bagaimana cara menghitung radius sebuah lingkaran melalui segitiga sama sisi.
                 Gambar 1.4 Papan Susa
D. Papan Tell Dhibayi

Papan tell dhibayi menampilkan permasalahan geometris yang meminta dimensi sebuah bujur sangkar yang telah diketahui luas dan diagonalnya.
Gambar 1.5 Papan Tell Dhibayi
7. Sistem Bilangan Babylon
1.7.1 Penulisan Paku Ke Seksagesimal

1.7.2 Penulisan Seksagesimal Ke Angka Modern
Contoh:
1.      2,15              = 2 x 60 + 15
                     = 120 + 15
                     = 135

2.      1, 2 ;30         = 1 x 60 + 2 +
                     = 62,5

3.      1, 2, 3 ;15     = 1 x 602 + 2 x 60 + 3 + 
                     = 3720,25
1.7.3 Penulisan Modern Ke Seksagesimal
Contoh:
1.      225            = 3 x 60 + 45
                  = 3,45

2.      7755          = 2 x 602 + 9 x 60 + 15
                  = 2 , 9 , 15

3.      61,25         = 1 x 60 + 1 + 
                  = 1 , 1 ; 15

8. Teorema Pythagoras Dalam Matematika Babilonia
            Telah diuji empat papan tulis suku Babylon yang semuanya memiliki hubungan dengan teorema pythagoras. Suku Babylon sangat mengenal teorema Pythagoras. Suku Babylon menggunakan suatu metode yang ekuivalen dengan metode suku Heron. Analisinya adalah bahwa mereka memulainya dengan suatu perkiraan, katakanlah x. Mereka kemudian menemukan bahwa e = x2 - 2.
            Pada gambar 1.3 papan Plimpton 322. Papan ini memiliki empat kolom dengan 15 baris. Kolom terakhir paling sederhana untuk dipahami karena hanya mencatat nomor baris sehingga hanya tertulis 1 , 2 , 3, … , 15. Hal yang menakjubkan adalah bahwa dalam tiap baris, kuadrat angka c dalam kolom 3 minus kuadrat angka b dalam kolom 2 merupakan bilangan kuadratsempurna, katakanlah h. c2 – b2 = h2
Pada gambar 1.4 papan susa terdapat segitiga A, B, C dan pusat lingkaran O. Garis AD menghubungkan titik A dengan garis BC. Segitiga ABC merupakan segitiga di sebelah kanan sehingga dengan menggunakan Pythagoras AD2 = AB2 + BD2.

9. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Bilangan Babilonia.
1. Kelebihan sistem bilangan babilonia.
Kelebihan sistem bilangan Babilonia sudah mengenal formula awal Pythagoras, di bidang geometri sudah mengenal beberapa bangun ruangseperti segitiga dan kubus, dan sudah mengenal nilai π.
2. Kekurangan Sistem Bilangan Babilonia.
Kekurangannya belum memngenal tanda koma untuk membuat bilangan desimal tidak ada bilangan negatif.

Sejarah Matematika Mesir

Berbicara tentang sejarah, Setidaknya ada 3 peradaban besar yang kita kenal dalam sejarah yaitu: peradaban mesir kuno, Peradaban Sumeria babylonia, dan Peradaban Yunani Kuno. Tiga peradaban itu adalah goresan sejarah dari perjalanan peradaban manusia seiring perubahan waktu. Matematika adalah bagian darinya.
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal alat tulis sederhana menyerupai kertas yang disebut papyrus. Mereka membuat tulisan berbentuk gambar-gambar dengan menggunakan sejenis pena dengan tinta berwarna hitam atau merah. Tulisan Mesir Kuno sering diesebut tulisan Hieroglif, dan tulisan ini ditemukan dalam bentuk gambar pada papyrus ataupun guratan pada batu atau potongan kayu. Tulisan Mesir Kuno diperkirakan berkembang pada tahun 3400 S.M. Tulisan pada zaman mesir ini ditulis dari kata papu yaitu semacam tanaman. Sistem Numerasi Mesir Mesir Kuno bersifat aditif, dimana nilai suatu bilangan merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai lambang-lambangnya.
Papyrus Matematika Rhind (RMP) (juga ditunjuk sebagai: papirus British Museum, 10057 dan 10058 PBM), diberi nama setelah Alexander Henry Rhind , seorang warga Skotlandia, yang membeli papirus pada tahun 1858 di Luxor, Mesir , itu rupanya yang ditemukan selama penggalian ilegal di atau dekat Ramesseum Ini tanggal untuk sekitar 1650 SM. British Museum, di mana papirus ini sekarang tersimpan, memperolehnya pada tahun 1864 bersama dengan gulungan Kulit Mesir Matematika , juga dimiliki oleh Henry Rhind; ada fragmen kecil yang diselenggarakan oleh Museum Brooklyn di New York. Ini adalah salah satu dari dua Papyri terkenal Matematika bersama dengan Papirus Moskow matematika. Papyrus Rhind lebih besar dari Papirus Moskow matematika, sedangkan yang kedua adalah lebih tua dari yang pertama.

1. Perkembangan Bilangan di Mesir
Mesir adalah negara yang kaya akan peninggalan sejarah yang sungguh mengagumkan. Tidak hanya piramida yang masih berdiri kokoh namun meraka bangsa mesir dahulunya sudah mengenal matematika dan geometri sebagimana yang kita pelajari sekarang. Asas-asas matematika yang terdapat dimesir itu dimulai pada masa pemerintahan kerajaan beraja, Firaun yang Masyur pada sekitar 3100 SM.
Bangsa mesir kuno itu pada awalnya juga telah mengenal alat tulis sederhana menyerupai kertas yang disebut papyrus, papyrus ini ada 2 yaitu papyrus rhind dan papyrus moskow. Mereka membuat tulisan berbentuk gambar-gambar dengan menggunakan sejenis pena dengan tinta berwarna hitam atau merah.
Tulisan mesir kuno sering disebut tulisan hieroglif, dan tulisan ini ditemukan dalam bentuk gambar pada papyrus ataupun guratan pada batu atau potongan kayu. Tulisan mesir kuno diperkirakan berkembang pada tahun 3400 SM. Sistem numerasi mesir mesir kuno bersifat aditif, dimana nilai suatu bilangan merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai lambang-lambangnya.
Bangsa Mesir kuno telah menggunakan dalam perhitungannya sistem bilangan desimal (puluhan atau dasaan) yang didasarkan pada jumlah jari di tangan manusia yaitu sepuluh jari. Prinsip sistem desimal adalah manusia mempunyai sepuluh jari di tangannya dan apabila ia ingin menghitung, maka kesepuluh jari itu akan digunakan sebagai alat hitung, Sistem inilah yang digunakan kita dalam kehidupan sehari-hari sekarang. Misalnya angka-angka 1, 2, 3, ditulis sebagai garis-garis vertikal yaitu I, II, III berturut turut sedangkan angka 10 telah ditulis dalam bentuk punggung kuda yaitu   dan bilangan 1000 seperti bentuk bunga al-lutus yaitu dan seterusnya.

Misalnya angka-angka 1, 2, 3, ditulis sebagai garis-garis vertikal yaitu I, II, III berturut turut sedangkan angka 10 telah ditulis dalam bentuk punggung kuda yaitu dan bilangan 1000 seperti bentuk bunga al-lutus yaitu  dan seterusnya.
Penomoran hieroglif adalah versi tertulis dari sistem penghitungan beton menggunakan benda-benda materi. Untuk mewakili angka, tanda untuk setiap order desimal diulang sebanyak yang diperlukan. Lihatlah gambar dibawah ini:

Gambar 1.6 Penomoran Hieroglif

Contoh tulisan bilangan 276 dalam hieroglif terlihat pada batu ukiran dari Karnak, berasal dari sekitar 1500 SM, dan sekarang berada dipamerkan di Louvre, Paris

Pecahan untuk orang Mesir kuno terbatas pada pecahan tunggal (dengan pengecualian dari yang sering kali digunakan 2/3 dan kurang sering digunakan 3/4). Sebuah pecahan tunggal adalah bentuk 1/n dimana n adalah bilangan bulat dan ini diwakili dalam angka hieroglif dengan menempatkan simbol yang mewakili sebuah “mulut”, yang berarti “bagian”, di atas nomor tersebut.

Berikut adalah beberapa contoh:

Perhatikan bahwa ketika bilangan yang mengandung terlalu banyak simbol “bagian”, ditempatkan di atas bilangan bulat, seperti dalam 1/249, maka simbol “bagian” ditempatkan di atas “bagian pertama” bilangan. Symbol diletakkan di atas bagian pertama karena bilangan ini dibaca dari kanan ke kiri.
Dalam menuliskan bilangan, susunan decimal terbesar ditulis lebih dahulu. Bilangan ditulis dari kanan ke kiri.
Contohnya:

Penulisan ini melambangkan 46.206


Penulisan ini melambangkan 760.000


Kita harus menunjukkan bahwa hieroglif tidak tetap sama sepanjang dua ribu tahun atau lebih dari peradaban Mesir kuno. Peradaban ini dipecah menjadi tiga periode berbeda:
Kerajaan tua – sekitar 2700 SM sampai 2200 SM
Bukti dari penggunaan matematika di Kerajaan tua adalah langka, tapi dapat disimpulkan dari contoh catatan pada satu tembok dekat mastaba di Meidum yang memberikan petunjuk untuk kemiringan lereng dari mastaba. Garis pada diagram diberi jarak satu cubit dan memperlihatkan penggunaan dari unit dari pengukuran.
Kerajaan Tengah – sekitar 2100 SM sampai 1700 SM
Dokumen matematis paling awal yang benar tertanggal antara dinasti ke-12.  Papirus Matematis Rhind yang tertanggal pada Periode Perantara (ca 1650 BC) berdasarkan satu teks matematis tua dari dinasti ke-12. Papyrus Matematis Moscow dan papyrus Matematis Rhind adalah teks masalah matematis. Terdiri dari satu koleksi masalah dengan solusi. Teksini mungkin telah ditulis oleh seorang guru atau satu murid yang terlibat dalam pemecahan masalah matematika.
Kerajaan Baru – sekitar 1600 SM sampai 1000 SM
Selama Kerajaan Baru masalah matematis disebutkan pada Papyrus Anastasi 1, dan Wilbour Papyrus dari waktu Ramesses III mencatat pengukuran lahan. Angka hieroglif agak berbeda dalam periode yang berbeda, namun secara umum mempunyai style serupa. Sistem bilangan lain yang digunakan orang Mesir setelah penemuan tulisan di papirus, terdiri dari angka hieratic.

Berikut adalah versi dari angka hieratic:


 Berikut ini adalah salah satu cara orang Mesir menulis 2765 dalam angka hieratic.

Seperti hieroglif, simbol hieratic berubah dari waktu ke waktu tetapi mereka mengalami perubahan lagi dengan enam periode yang berbeda. Awalnya simbol-simbol yang digunakan cukup dekat hubungannya dengan tulisan hieroglif namun bentuknya menyimpang dari waktu ke waktu. Versi yang diperlihatkan dari angka hieratic dari sekitar 1800 SM. Kedua system berjalan secara parallel selama sekitar 2000 tahun dengan simbol hieratic yang digunakan dalam menulis di papirus, seperti misalnya dalam papyrus Rhind dan papyrus Moskow, sementara hieroglif terus digunakan ketika dipahat pada batu.

2. Perkembangan Matematika di Mesir
Di mesir matematika berkembang dengan pesat, orang-orang mesir menemuka banyak penemuan-penemuan penggunaan bilangan dan geometri. Penemuan-penemuan mereka diantaranya adalah:
2.2.1 Operasi Penjumlahan Dan Pengurangan
Teknik yang digunakan oleh orang Mesir untuk ini pada dasarnya sama dengan yang digunakan oleh matematikawan modern sekarang. Orang Mesir melakukan operasi penjumlahan dengan menggabungkan simbol.

2.2.2 Operasi Perkalian
Metode Mesir perkalian cukup pintar, tapi bisa memakan waktu lebih lama daripada metode modern. Ini adalah bagaimana mereka mencari 5 x 9:

* 1
29
2
58
* 4
116




                              1 + 4 = 5         29 + 116 = 145
Ketika mengalikan mereka akan mulai dengan jumlah mereka mengalikan dengan 29 dan dua kali lipat untuk setiap baris. Lalu mereka kembali dan memilih angka di kolom pertama yang ditambahkan ke nomor pertama (5). Mereka menggunakan pembagian harta perkalian atas penambahan.

Contoh lainnya yaitu: 13 x 12

*1
12
2
24
*4
48
*8
96
16
192
      1+4+8 =13             12+48+96 = 156

Caranya: Cari di tabel kiri yang di jumlahkan hasilnya 13 kemudian di tandai dengan tanda *, kemudian jumlahkan bagian tabel kanan yang sudah ditandai * di table sebelah kiri. sehingga hasil jumlah di table kanan itulah yang merupakan hasil kali dari 13 x 12 = 156
2.2.3   Operasi Pembagian
             Cara mereka melakukan pembagian sama dengan perkalian mereka. Untuk masalah 98/7, mereka berpikir masalah ini sebagai 7 kali beberapa nomor sama dengan 98. Sekali lagi masalah itu bekerja di kolom.
1
7
2
*14
4
*28
8
*56






                                            2 + 4 + 8 = 14             14 + 28 + 56 = 98

Kali ini angka di kolom kanan ditandai jumlah yang ke 98 maka angka yang sesuai di kolom kiri dijumlahkan untuk mendapatkan hasil bagi.
19 dibagi 8
Jadi hasil bagi dari 19 dibagi 8 adalah 19 : 8 = 2 + 8
Dimana bentuk bentuk 1/ n ditulis dengan n

2.2.4 Volume Limas
Satu satunya sumber informasi dalam matematika Mesir Kuno adalah matematika moskow Papyrus dan matematika Rhind papyrus, Matematika moskow Papyrus telah tercatat sejak tahu 1850 SM, Sewaktu Abraham V.S Golenishchev memperolehnya di tahun 1893 dan membawanya ke Moskow.
Permasalahan yang paling menarik dari matematika Papirus Moskow adalah masalah mengenai perhitungan volume dari sebuah limas, dengan menggunakan rumus yang benar, limas adalah sebuah piramida dengan potongan yang sama pada puncaknya. Jika limas tersebut adalah limas dengan alas persegi dan sisi alasnya adalah a dan garis yang menghubungkan alas dengan puncak limas adalah sisi b dan jika tingginya adalah h, mereka orang orang mesir kuno menyatakan volume dari limas adalah: h (a2+ ab + b2).

2.2.5 Perhitungan Waktu Pada Bangsa Mesir
Pada sekitar tahun 1500 SM, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis 12, dan mereka mengembangkan sebuah sistem jam matahari berbentuk seperti huruf T yang diletakkan di atas tanah dan membagi waktu antara matahari terbit dan tenggelam ke dalam 12 bagian. 
Para ahli sejarah berpendapat, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis 12 didasarkan akan jumlah siklus bulan dalam setahun atau bisa juga didasarkan akan banyaknya jumlah sendi jari manusia (3 di tiap jari, tidak termasuk jempol) yang memungkinkan mereka berhitung hingga 12 menggunakan jempol.
  Jam matahari generasi berikutnya sudah sedikit banyak merepresentasikan apa yang sekarang kita sebut dengan jam. Sedangkan pembagian malam menjadi 12 bagian, didasarkan atas pengamatan para ahli astronomi Mesir kuno akan adanya 12 bintang di langit pada saat malam hari. 
 Dengan membagi satu hari dan satu malam menjadi masing-masing 12 jam, maka dengan tidak langsung konsep 24 jam diperkenalkan. Namun demikian panjang hari dan panjang malam tidaklah sama, tergantung musimnya (contoh: saat musim panas hari lebih panjang dibandingkan malam). 

2.2.6 Geometri
Pada tahun 2450 SM, orang-orang Mesir kuno telah memulai perhitungan tentang unsur-unsur segitiga dan menemukan segitiga keramat dengan sisi-sisi 3, 4 dan 5. Dalam perancangan Piramida Cherpen, orang-orang Mesir Kuno menggunakan konsep Segitiga Suci Mesir (Sacred Triangle) dengan perbandingan sisi-sisinya 3:4:5 yang dengan nama lain disebut sebagai segitiga Phytagorean dan pada Piramida Khufu disebut Segitiga Emas (The Golden Triangle). Dengan mengukur batang menurut garis dari jaringan geometri diheptagonal. Proyek Piramida Cherpen dan Khufu menggunakan metode pengukuran dan nilai esoteric yang berbeda.
Penyelidikan-penyelidikan yang baru agaknya menunjukkan bahwa orang Mesir Kuno mengetahui bahwa luas setiap segitiga ditentukan oleh hasil kali alas dan tinggi. Beberapa soal nampaknya membahas cotangent dari sudut dihedral antara alas dari sebuah permukaan piramida, dan beberapa lagi menunjukkan perbandingan.
Pada Masa Mesir Kuno penggunaan Matematika khususnya Geometri hanya digunakan secara praktis. Pada saat itu geometri hanya digunakan untuk keperluan yang sangat mendasar yaitu pemantauan ukuran tanah milik penduduk untuk keperluan pemungutan pajak. Hal ini dilakukan karena setiap tahunnya terjadi luapan dari Sungai Nil, sehingga kepemilikan tanah oleh penduduk perlu dipantau, atau diukur ulang.
Pada saat itu pengukuran hanya menggunakan tali yang direntangkan. Selain itu, untuk menentukan luas-luas dan volume-volume dari berbagai bangun datar dan bangun ruang merupakan hasil dari trial and error, mereka mendasari perhitungannya dari sebuah fakta tanpa harus membuktikan secara deduktif. Rumusan yang diperoleh hanya mempunyai nilai pendekatan dan pada saat itu telah mencukupi dan diterima untuk keperluan praktis pada kehidupan masa itu. Sehingga pada Mesir Kuno Geometri berkembang tidak jauh dari tingkatan intuitif belaka, dimana pengukuran-pengukuran objek nyata adalah sasaran utama dari penggunaannya.
Tahun 1650 SM, orang-orang Mesir Kuno menemukan nilai phi yaitu 3,16. Sumber informasi matematika Mesir Kuno adalah Papyrus Moskow dan Papyrus Rhind. Papyrus Moskow berukuran tinggi 8 cm dan lebar 540 cm sedangkan Papyrus Rhind memiliki tinggi 33 cm dan lebar 565 cm. Dari 100 soal-soal dalam lembaran Papyrus Moskow dan Rhind terdapat 26 soal bersifat geometris. sebagian besar dari soal-soal tersebut berasal dari rumus-rumus pengukuran yang diperlukan untuk menghitung luas tanah dan isi lumbug padi-padian.
Luas sebuah lingkaran dipandang sama dengan kuadrat 8/9 kali garis tengahnya. Orang Mesir Kuno telah menemukan nilai π yaitu 3,16.
2.2.7 Dasar Segitiga Phytagoras
Phytagoras sudah tahu tentang luas sisi miring ini sejak 2500 tahun yang lalu. Tapi tahukah bahwa ia memperoleh pengetahuan itu dari orang Mesir Kuno? Saat masih muda, Pythagoras berguru kepada Thales (salah satu orang paling bijaksana di Athena), dan sang guru menyarankan Phytagoras muda pergi ke Mesir untuk belajar matematika.
Dari pengamatan Pythagoras melihat orang-orang Mesir menggunakan mistar dan tali pembanding untuk menghitung tinggi bangunan - maka ia terinspirasi untuk membuat hukum matematika untuk menghitung tinggi dan sisi miring segitiga siku-siku. Dari kunjungan ke Mesir itulah Pythagoras lalu memperkenalkan prinsip yang kita kenal dengan hukum Pythagoras.




DAFTAR PUSTAKA

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS