Sejarah Matematika Babilonia
Matematika
Babylonia adalah matematika yang ditemukan di Mesopotamia 2500 tahun SM pada
peradaban Babylonia. Matematika Babylonia merujuk pada seluruh matematika yang
dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia yang sekarang menjadi Irak. Penduduk
Babylonia merupakan orang yang pertama kali menulis bilangan dari kiri ke
kanan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tablet yang ditemukan ditulis dari
kiri ke kanan. Sistem matematik Babylonia adalah seksagesimal atau bilangan
berbasis 60. Angka 60 memiliki banyak pembagi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15,
20, dan 30, yang membuat perhitungan jadi lebih mudah.
1. Munculnya Matematika Babilonia
2500
tahun SM 'Fara periode' merupakan periode pada saat peradaban Sumeria yang
digunakan oleh penduduk babylonia untuk menulis fonetis. 2340 tahun SM ‘Dinasti
Akkadia’ menulis matematika dalam bahasa Akkadia dan mengembangkan sistem
bilangan secara lebih lanjut. Selain itu, bangsa ini adalah penemu sempoa. 2100
tahun SM 'Ur III' merupakan pembentukan kembali Ur, kota Sumeria kuno, sebagai
modal yang sekarang populasinya dicampur dengan Akkadians serta titik tinggi
birokrasinya di bawah Raja Sulgi. 1800 tahun SM 'Old Babel' atau OB merupakan
supremasi kota utara Babel bawah (Akkadia) dan memiliki teks-teks matematika
yang paling canggih.
2. Peninggalan Matematika Babilonia
A. Bidang Geometri
Geometri
digunakan oleh bangsa Babylonia sejak tahun 2000 sampai 1600 SM. Mereka
menghitung keliling suatu lingkaran dengan menggunakan tiga kali diameternya,
luas lingkaran digunakan seperduabelas dari kuadrat kelilingnya dengan =3,14.
Volume silinder tegak dihitung dengan perkalian luas alas dengan tinggi.
B. Bidang Aljabar
Sekitar
2000 tahun SM perkembangan aljabar tidak hanya mampu menyelesaikan persamaan
kuadrat, tetapi juga membahas tentang penyelesaian persamaan pangkat tiga dan
empat. Hal ini terlihat adanya peninggalan berupa tablet yang isinya berupa
tablet kuadrat dan pangkat tiga bilangan 1 s/d 30 dan kombinasi n3
dan n2.
C. Bilangan Seksagesimal
(basis-60)
Matematika
Babylonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60) karena
keunggulanya pada bidang astronomi. Sistem perhitungan berbasis 60 masih ada
sampai sekarang, yakni dengan diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk
satu menit dan 60 menit untuk satu jam. Kelemahan sistem ini adalah tidak
adanya lambang nol. Simbol 1 dan 60 sama, dalam hal ini tanda spasi juga tidak
akan mampu membantu menjelaskan apakah lambang tersebut adalah 1 atau 60.
D. Plimpton 322
Sistem
ini pertama kali muncul sekitar 3100 tahun SM yang dikenal sebagai sistem angka
posisional, dimana nilai digit tertentu tergantung pada angka itu sendiri dan
posisinya dalam nomor tersebut. Maksud dari tablet peninggalan bangsa Babylonia
yang memuat tabel analis yang dikenal dengan Plimpton 322 adalah sebagai
kumpulan dari G.A Plimpton di Universitas Columbia dengan katalog no.322.
3. Perkembangan Matematika di
Babilonia Kuno
Babilonia
adalah sebuah peradababan kuno yang terletak di kawasan tengah-selatan
Mesopotamia. Kawasan Mesopotamia termasuk Sumeria, Akkad, dan Assyria. Kawasan
ini sangat penting karena menjadi salah satu dari tempat awal manusia hidup
bersama-sama dalam satu peradababan. Penduduk Bablonia, atau yang sering
disebut Babilon, memiliki satu bahasa penulisan yang mereka gunakan untuk mempelajari
perkara-perkara yang berkaitan dunia di sekeliling mereka. Sejarah mengatakan
bahwa orang-orang babilon merupakan orang yang pertama kali menulis dari kiri
ke kanan, dan banyak membuat banyak dokumen-dokumen bertulis.
Matematika
Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa
Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia
sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika
Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan
Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus
Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan
Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat
yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah
liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik
matahari.
Beberapa
di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini matematika tertulis adalah
karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka
mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500
SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat
dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak
terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar
lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600
SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan
perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar.
Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan
linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran
bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika
Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari
sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit
untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga
penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan
derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia
memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan
di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem
desimal
Para
ahli matematika telah mengembangkan langkah langkah algoritma seperti cara
mencari akar pangkat dua suatu bilangan. Beberapa operasi dasar matematika
seperti penjumlahan, pengurangan dan perkalian tidak berbeda dengan yang telah
kita gunakan zaman sekarang. Hanya satu perbedaan yang unik ketika melakukan
operasi pembagian. Pembagian dilakukan dengan menggunakan sebuah tabel khusus.
Seperti jika ingin membagi 14 dengan 5, maka akan dicari dengan mengalikan
angka 14 dengan 2, kemudian ditaruh satu koma di satu angka belakang. 14 x 2
=28 ditaruh koma, 2,8. Tabel tabel pembagian tersebut telah dirancang khusus
oleh ahli matematika kala itu. Sementara untuk pembagi dengan jumlah besar maka
dilakukan secara berulang.
Bangsa
Babilonia juga sudah sangat familiar dengan aturan umum untuk mengukur suatu
area. Mereka mengukur keliling lingkaran sebanyak 3 kali diameter dan luasnya
sebagai satu per duabelas kuadrat dari lingkaran, dan jika hitungannya benar,
maka nilai π akan bernilai 3. Volume
silinder diambil sebagai produk dari alas dan tinggi, namun, volume frustum
sebuah kerucut atau piramida persegi dihitung dengan tidak benar sebagai produk
dari ketinggian dan setengah jumlah dari basis. Juga, ada penemuan terbaru
dalam sebuah catatan kuno mencantumkan bahwa nilai π adalah 3 dan
.
4. Sistem Bilangan Bangsa Babilonia
Tulisan dan angka bangsa Babilonia
sering juga disebut sabagai tulisan paku karena bentuknya seperti paku. Orang
Babilonia menulisakan huruf paku menggunakan tongkat yang berbentuk segitiga
yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara menekannya pada lempeng tanah liat
yang masih basah sehingga menghasilkan cekungan segitiga yang meruncing
menyerupai gambar paku.
Gambar 1.1 59 simbol yang dibuat dari dua system
simbol
Babilonia menggunakan satu untuk
mewakili satu, dua untuk mewakili dua, tiga untuk tiga, dan seterusnya, sampai
sembilan. Namun, mereka cenderung untuk mengatur simbol-simbol ke dalam
tumpukan rapi. Setelah mereka sampai kesepuluh, ada terlalu banyak simbol,
sehingga mereka berpaling untuk membuat simbol yang berbeda. Sebelas itu
sepuluh dan satu, dua belas itu sepuluh dan dua, dua puluh itu sepuluh dan
sepuluh. Untuk simbol enam puluh tampaknya persis sama dengan yang satu. Enam
puluh satu adalah enam puluh dan satu, yang karenanya terlihat seperti satu dan
satu, dan seterusnya.
5. Teori Bilangan
Pada Suku Babilonia
Matematika
Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa
Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik. Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan
Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik,
Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk
membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam,
Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian
Matematika Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir,
pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan
tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku
ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di
bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini
matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno
di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000
SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian
pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan
soal-soal pembagian.
Jejak
terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar
lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600
SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan
perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar.
Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan
linear dan persamaan kuadrat. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem
bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan
bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6)
derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada
busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang
sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan
nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Sistem Numerasi
Babylonia (±2000 SM), pertama kali orang yang mengenal bilangan 0 (nol) adalah
Babylonian.
6. Penggunaan
Tulisan Paku
Tulisan
paku digunakan pada pembuatan lampengan peninggalan bangsa babilonia. Lempengan
tersebut ditulis pada saat masih basah kemudian dijemur atau dibakar. Ada empat
papan bertulis yang ditemukan, yaitu:
A. Papan Yale
YBC 7289
Terdiri dari
sebuah papan yang digambari suatu diagram. Diagram tersebut merupakan sebuah
segi empat berukuran 30.
Gambar 1.2 Yale YBC 7289
B. Papan
Plimpton 322
Papan ini adalah papan tanah dengan nomor 322 yang digunakan sebagai koleksi di rumah GA Plimpton di Universitas Colombia. Papan ini memiliki 4 kolom dengan 15 baris. Tiap baris terdapat c², didalam kolom 3 terdapat -b² dan pada kolom 2 merupakan kuadrat sempurna, katakanlah c²-b²=h². Namun, pernyataan tersebut diragukan karena adanya bagian yang tidak lengkap karena rusak dan hilang. Maka dari itu, terdapat empat kesalahan penerjemahan yang menyebabkan pernyataan tersebut diragukan.
Gambar 1.3 Papan Plimpton 322
C. Papan Susa
Gambar 1.4
Papan Susa
D. Papan Tell
Dhibayi
Papan tell dhibayi menampilkan permasalahan geometris yang meminta dimensi sebuah bujur sangkar yang telah diketahui luas dan diagonalnya.
Gambar
1.5 Papan Tell Dhibayi
7. Sistem
Bilangan Babylon
1.7.1 Penulisan Paku Ke Seksagesimal
1.7.2 Penulisan
Seksagesimal Ke Angka Modern
Contoh:
1.
2,15 = 2 x 60 + 15
=
120 + 15
=
135
2.
1,
2 ;30 = 1 x 60 + 2 +
= 62,5
3.
1,
2, 3 ;15 = 1 x 602 + 2 x 60
+ 3 +
= 3720,25
1.7.3 Penulisan Modern
Ke Seksagesimal
Contoh:
1.
225 = 3 x 60 + 45
=
3,45
2.
7755 = 2 x 602 + 9 x 60 + 15
=
2 , 9 , 15
3.
61,25 = 1 x 60 + 1 +
= 1 , 1 ; 15
8. Teorema Pythagoras
Dalam Matematika Babilonia
Telah diuji empat papan tulis suku
Babylon yang semuanya memiliki hubungan dengan teorema pythagoras. Suku Babylon
sangat mengenal teorema Pythagoras. Suku Babylon menggunakan suatu metode yang
ekuivalen dengan metode suku Heron. Analisinya adalah bahwa mereka memulainya
dengan suatu perkiraan, katakanlah x. Mereka kemudian menemukan bahwa e = x2
- 2.
Pada gambar 1.3 papan Plimpton 322.
Papan ini memiliki empat kolom dengan 15 baris. Kolom terakhir paling sederhana
untuk dipahami karena hanya mencatat nomor baris sehingga hanya tertulis 1 , 2
, 3, … , 15. Hal yang menakjubkan adalah bahwa dalam tiap baris, kuadrat angka
c dalam kolom 3 minus kuadrat angka b dalam kolom 2 merupakan bilangan kuadratsempurna,
katakanlah h. c2 – b2 = h2
Pada
gambar 1.4 papan susa terdapat segitiga A, B, C dan pusat lingkaran O. Garis AD
menghubungkan titik A dengan garis BC. Segitiga ABC merupakan segitiga di
sebelah kanan sehingga dengan menggunakan Pythagoras AD2 = AB2
+ BD2.
9. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Bilangan Babilonia.
1. Kelebihan sistem bilangan babilonia.
Kelebihan sistem
bilangan Babilonia sudah mengenal formula awal Pythagoras, di
bidang geometri sudah mengenal beberapa bangun ruangseperti segitiga dan kubus, dan sudah mengenal nilai
π.
2. Kekurangan Sistem Bilangan Babilonia.
Kekurangannya belum memngenal tanda
koma untuk membuat bilangan desimal tidak ada bilangan negatif.
Sejarah Matematika Mesir
Berbicara tentang sejarah,
Setidaknya ada 3 peradaban besar yang kita kenal dalam sejarah yaitu: peradaban
mesir kuno, Peradaban Sumeria babylonia, dan Peradaban Yunani Kuno. Tiga
peradaban itu adalah goresan sejarah dari perjalanan peradaban manusia seiring
perubahan waktu. Matematika adalah bagian darinya.
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal
alat tulis sederhana menyerupai kertas yang disebut papyrus. Mereka membuat
tulisan berbentuk gambar-gambar dengan menggunakan sejenis pena dengan tinta
berwarna hitam atau merah. Tulisan Mesir Kuno sering diesebut tulisan
Hieroglif, dan tulisan ini ditemukan dalam bentuk gambar pada papyrus ataupun
guratan pada batu atau potongan kayu. Tulisan Mesir Kuno diperkirakan
berkembang pada tahun 3400 S.M. Tulisan pada zaman mesir ini ditulis dari kata
papu yaitu semacam tanaman. Sistem Numerasi Mesir Mesir Kuno bersifat aditif,
dimana nilai suatu bilangan merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai
lambang-lambangnya.
Papyrus Matematika Rhind (RMP) (juga
ditunjuk sebagai: papirus British Museum, 10057 dan 10058 PBM), diberi nama
setelah Alexander Henry Rhind , seorang warga Skotlandia, yang membeli papirus
pada tahun 1858 di Luxor, Mesir , itu rupanya yang ditemukan selama penggalian
ilegal di atau dekat Ramesseum Ini tanggal untuk sekitar 1650 SM. British
Museum, di mana papirus ini sekarang tersimpan, memperolehnya pada tahun 1864
bersama dengan gulungan Kulit Mesir Matematika , juga dimiliki oleh Henry
Rhind; ada fragmen kecil yang diselenggarakan oleh Museum Brooklyn di New York.
Ini adalah salah satu dari dua Papyri terkenal Matematika bersama dengan
Papirus Moskow matematika. Papyrus Rhind lebih besar dari Papirus Moskow
matematika, sedangkan yang kedua adalah lebih tua dari yang pertama.
1. Perkembangan Bilangan di Mesir
Mesir adalah negara yang kaya akan
peninggalan sejarah yang sungguh mengagumkan. Tidak hanya piramida yang masih
berdiri kokoh namun meraka bangsa mesir dahulunya sudah mengenal matematika dan
geometri sebagimana yang kita pelajari sekarang. Asas-asas matematika yang
terdapat dimesir itu dimulai pada masa pemerintahan kerajaan beraja, Firaun yang
Masyur pada sekitar 3100 SM.
Bangsa mesir kuno itu pada awalnya
juga telah mengenal alat tulis sederhana menyerupai kertas yang disebut
papyrus, papyrus ini ada 2 yaitu papyrus rhind dan papyrus moskow. Mereka
membuat tulisan berbentuk gambar-gambar dengan menggunakan sejenis pena dengan
tinta berwarna hitam atau merah.
Tulisan mesir kuno sering disebut
tulisan hieroglif, dan tulisan ini ditemukan dalam bentuk gambar pada papyrus
ataupun guratan pada batu atau potongan kayu. Tulisan mesir kuno diperkirakan
berkembang pada tahun 3400 SM. Sistem numerasi mesir mesir kuno bersifat
aditif, dimana nilai suatu bilangan merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai
lambang-lambangnya.
Bangsa Mesir kuno telah menggunakan
dalam perhitungannya sistem bilangan desimal (puluhan atau dasaan) yang
didasarkan pada jumlah jari di tangan manusia yaitu sepuluh jari. Prinsip
sistem desimal adalah manusia mempunyai sepuluh jari di tangannya dan apabila
ia ingin menghitung, maka kesepuluh jari itu akan digunakan sebagai alat hitung,
Sistem inilah yang digunakan kita dalam kehidupan sehari-hari sekarang.
Misalnya angka-angka 1, 2, 3, ditulis sebagai garis-garis vertikal yaitu I, II,
III berturut turut sedangkan angka 10 telah ditulis dalam bentuk punggung kuda
yaitu dan bilangan 1000 seperti bentuk
bunga al-lutus yaitu dan seterusnya.
Penomoran hieroglif adalah versi
tertulis dari sistem penghitungan beton menggunakan benda-benda materi. Untuk
mewakili angka, tanda untuk setiap order desimal diulang sebanyak yang
diperlukan. Lihatlah gambar dibawah ini:
Gambar 1.6 Penomoran Hieroglif
Contoh tulisan bilangan 276 dalam
hieroglif terlihat pada batu ukiran dari Karnak, berasal dari sekitar 1500 SM,
dan sekarang berada dipamerkan di Louvre, Paris
Pecahan untuk orang Mesir kuno
terbatas pada pecahan tunggal (dengan pengecualian dari yang sering kali
digunakan 2/3 dan kurang sering digunakan 3/4). Sebuah pecahan tunggal adalah
bentuk 1/n dimana n adalah bilangan bulat dan ini diwakili dalam angka
hieroglif dengan menempatkan simbol yang mewakili sebuah “mulut”, yang berarti
“bagian”, di atas nomor tersebut.
Perhatikan bahwa ketika bilangan
yang mengandung terlalu banyak simbol “bagian”, ditempatkan di atas bilangan
bulat, seperti dalam 1/249, maka simbol “bagian” ditempatkan di atas “bagian
pertama” bilangan. Symbol diletakkan di atas bagian pertama karena bilangan ini
dibaca dari kanan ke kiri.
Dalam menuliskan bilangan, susunan
decimal terbesar ditulis lebih dahulu. Bilangan ditulis dari kanan ke kiri.
Contohnya:
Penulisan ini melambangkan 46.206
Kita harus menunjukkan bahwa
hieroglif tidak tetap sama sepanjang dua ribu tahun atau lebih dari peradaban
Mesir kuno. Peradaban ini dipecah menjadi tiga periode berbeda:
Kerajaan tua – sekitar 2700 SM
sampai 2200 SM
Bukti dari penggunaan matematika di Kerajaan
tua adalah langka, tapi dapat disimpulkan dari contoh catatan pada satu tembok
dekat mastaba di Meidum yang memberikan petunjuk untuk kemiringan lereng dari
mastaba. Garis pada diagram diberi jarak satu cubit dan memperlihatkan penggunaan
dari unit dari pengukuran.
Kerajaan Tengah – sekitar 2100 SM sampai 1700 SM
Dokumen matematis paling awal yang
benar tertanggal antara dinasti ke-12.
Papirus Matematis Rhind yang tertanggal pada Periode Perantara (ca 1650
BC) berdasarkan satu teks matematis tua dari dinasti ke-12. Papyrus Matematis
Moscow dan papyrus Matematis Rhind adalah teks masalah matematis. Terdiri dari
satu koleksi masalah dengan solusi. Teksini mungkin telah ditulis oleh seorang
guru atau satu murid yang terlibat dalam pemecahan masalah matematika.
Kerajaan Baru – sekitar 1600 SM sampai 1000 SM
Selama Kerajaan Baru masalah
matematis disebutkan pada Papyrus Anastasi 1, dan Wilbour Papyrus dari waktu
Ramesses III mencatat pengukuran lahan. Angka hieroglif agak berbeda dalam
periode yang berbeda, namun secara umum mempunyai style serupa. Sistem bilangan
lain yang digunakan orang Mesir setelah penemuan tulisan di papirus, terdiri
dari angka hieratic.
Berikut ini adalah
salah satu cara orang Mesir menulis 2765 dalam angka hieratic.
Seperti hieroglif, simbol hieratic
berubah dari waktu ke waktu tetapi mereka mengalami perubahan lagi dengan enam
periode yang berbeda. Awalnya simbol-simbol yang digunakan cukup dekat
hubungannya dengan tulisan hieroglif namun bentuknya menyimpang dari waktu ke
waktu. Versi yang diperlihatkan dari angka hieratic dari sekitar 1800 SM. Kedua
system berjalan secara parallel selama sekitar 2000 tahun dengan simbol
hieratic yang digunakan dalam menulis di papirus, seperti misalnya dalam
papyrus Rhind dan papyrus Moskow, sementara hieroglif terus digunakan ketika
dipahat pada batu.
2. Perkembangan Matematika di Mesir
Di mesir matematika berkembang
dengan pesat, orang-orang mesir menemuka banyak penemuan-penemuan penggunaan
bilangan dan geometri. Penemuan-penemuan mereka diantaranya adalah:
2.2.1
Operasi Penjumlahan Dan Pengurangan
2.2.2
Operasi Perkalian
Metode Mesir perkalian cukup pintar, tapi bisa memakan waktu
lebih lama daripada metode modern. Ini adalah bagaimana mereka mencari 5 x 9:
* 1
|
29
|
2
|
58
|
* 4
|
116
|
1
+ 4 = 5 29 + 116 = 145
Ketika mengalikan mereka akan mulai dengan jumlah mereka
mengalikan dengan 29 dan dua kali lipat untuk setiap baris. Lalu mereka kembali
dan memilih angka di kolom pertama yang ditambahkan ke nomor pertama (5).
Mereka menggunakan pembagian harta perkalian atas penambahan.
Contoh lainnya yaitu: 13 x 12
*1
|
12
|
2
|
24
|
*4
|
48
|
*8
|
96
|
16
|
192
|
1+4+8
=13 12+48+96
= 156
|
Caranya: Cari di tabel kiri yang di jumlahkan hasilnya 13 kemudian
di tandai dengan tanda *, kemudian jumlahkan bagian tabel kanan yang sudah
ditandai * di table sebelah kiri. sehingga hasil jumlah di table kanan itulah
yang merupakan hasil kali dari 13 x 12 = 156
2.2.3 Operasi Pembagian
Cara mereka melakukan pembagian sama dengan perkalian mereka. Untuk masalah
98/7, mereka berpikir masalah ini sebagai 7 kali beberapa nomor sama dengan 98.
Sekali lagi masalah itu bekerja di kolom.
1
|
7
|
2
|
*14
|
4
|
*28
|
8
|
*56
|
2 + 4 + 8 = 14 14 + 28 + 56 = 98
Kali ini angka di kolom kanan ditandai jumlah
yang ke 98 maka angka yang sesuai di kolom kiri dijumlahkan untuk mendapatkan
hasil bagi.
19 dibagi 8
Jadi hasil bagi dari 19 dibagi 8 adalah 19 : 8 =
2 + 4 + 8
Dimana bentuk bentuk 1/ n ditulis dengan n
2.2.4 Volume
Limas
Satu
satunya sumber informasi dalam matematika Mesir Kuno adalah matematika moskow
Papyrus dan matematika Rhind papyrus, Matematika moskow Papyrus telah tercatat
sejak tahu 1850 SM, Sewaktu Abraham V.S Golenishchev memperolehnya
di tahun 1893 dan membawanya ke Moskow.
Permasalahan
yang paling menarik dari matematika Papirus Moskow adalah masalah mengenai
perhitungan volume dari sebuah limas, dengan menggunakan rumus yang benar,
limas adalah sebuah piramida dengan potongan yang sama pada puncaknya. Jika
limas tersebut adalah limas dengan alas persegi dan sisi alasnya adalah a dan
garis yang menghubungkan alas dengan puncak limas adalah sisi b dan jika
tingginya adalah h, mereka orang orang mesir kuno menyatakan volume dari limas
adalah: h (a2+ ab + b2).
2.2.5 Perhitungan
Waktu Pada Bangsa Mesir
Pada sekitar tahun 1500 SM, orang-orang Mesir kuno
menggunakan sistem bilangan berbasis 12, dan mereka mengembangkan sebuah sistem
jam matahari berbentuk seperti huruf T yang diletakkan di atas tanah dan
membagi waktu antara matahari terbit dan tenggelam ke dalam 12 bagian.
Para ahli sejarah berpendapat, orang-orang Mesir kuno
menggunakan sistem bilangan berbasis 12 didasarkan akan jumlah siklus bulan
dalam setahun atau bisa juga didasarkan akan banyaknya jumlah sendi jari
manusia (3 di tiap jari, tidak termasuk jempol) yang memungkinkan mereka
berhitung hingga 12 menggunakan jempol.
Jam matahari generasi berikutnya sudah sedikit banyak
merepresentasikan apa yang sekarang kita sebut dengan “jam”. Sedangkan pembagian malam menjadi 12 bagian, didasarkan
atas pengamatan para ahli astronomi Mesir kuno akan adanya 12 bintang di langit
pada saat malam hari.
Dengan membagi satu hari dan satu malam menjadi masing-masing
12 jam, maka dengan tidak langsung konsep 24 jam diperkenalkan. Namun demikian
panjang hari dan panjang malam tidaklah sama, tergantung musimnya (contoh: saat
musim panas hari lebih panjang dibandingkan malam).
2.2.6 Geometri
Pada tahun 2450 SM, orang-orang Mesir kuno telah memulai
perhitungan tentang unsur-unsur segitiga dan menemukan segitiga keramat dengan
sisi-sisi 3, 4 dan 5. Dalam perancangan Piramida Cherpen, orang-orang Mesir
Kuno menggunakan konsep Segitiga Suci Mesir (Sacred Triangle) dengan
perbandingan sisi-sisinya 3:4:5 yang dengan nama lain disebut sebagai segitiga
Phytagorean dan pada Piramida Khufu disebut Segitiga Emas (The Golden
Triangle). Dengan mengukur batang menurut garis dari jaringan geometri
diheptagonal. Proyek Piramida Cherpen dan Khufu menggunakan metode pengukuran
dan nilai esoteric yang berbeda.
Penyelidikan-penyelidikan yang baru agaknya menunjukkan
bahwa orang Mesir Kuno mengetahui bahwa luas setiap segitiga ditentukan oleh
hasil kali alas dan tinggi. Beberapa soal nampaknya membahas cotangent dari
sudut dihedral antara alas dari sebuah permukaan piramida, dan beberapa lagi
menunjukkan perbandingan.
Pada Masa Mesir Kuno penggunaan
Matematika khususnya Geometri hanya digunakan secara praktis. Pada saat itu
geometri hanya digunakan untuk keperluan yang sangat mendasar yaitu pemantauan
ukuran tanah milik penduduk untuk keperluan pemungutan pajak. Hal ini dilakukan
karena setiap tahunnya terjadi luapan dari Sungai Nil, sehingga kepemilikan
tanah oleh penduduk perlu dipantau, atau diukur ulang.
Pada saat itu pengukuran hanya
menggunakan tali yang direntangkan. Selain itu, untuk menentukan luas-luas
dan volume-volume dari berbagai bangun datar dan bangun ruang merupakan hasil
dari trial and error, mereka mendasari perhitungannya dari sebuah fakta tanpa
harus membuktikan secara deduktif. Rumusan yang diperoleh hanya mempunyai nilai
pendekatan dan pada saat itu telah mencukupi dan diterima untuk keperluan
praktis pada kehidupan masa itu. Sehingga pada Mesir Kuno Geometri berkembang
tidak jauh dari tingkatan intuitif belaka, dimana pengukuran-pengukuran objek
nyata adalah sasaran utama dari penggunaannya.
Tahun 1650 SM, orang-orang Mesir Kuno menemukan nilai phi yaitu
3,16. Sumber informasi matematika Mesir Kuno adalah Papyrus Moskow dan Papyrus
Rhind. Papyrus Moskow berukuran tinggi 8 cm dan lebar 540 cm sedangkan
Papyrus Rhind memiliki tinggi 33 cm dan lebar 565 cm. Dari 100 soal-soal dalam
lembaran Papyrus Moskow dan Rhind terdapat 26 soal bersifat geometris. sebagian
besar dari soal-soal tersebut berasal dari rumus-rumus pengukuran yang
diperlukan untuk menghitung luas tanah dan isi lumbug padi-padian.
Luas sebuah lingkaran dipandang sama
dengan kuadrat 8/9 kali garis tengahnya. Orang Mesir Kuno telah menemukan
nilai π yaitu 3,16.
2.2.7 Dasar
Segitiga Phytagoras
Phytagoras
sudah tahu tentang luas sisi miring ini sejak 2500 tahun yang lalu. Tapi
tahukah bahwa ia memperoleh pengetahuan itu dari orang Mesir Kuno? Saat masih
muda, Pythagoras berguru kepada Thales (salah satu orang paling bijaksana di
Athena), dan sang guru menyarankan Phytagoras muda pergi ke Mesir untuk belajar
matematika.
Dari
pengamatan Pythagoras melihat orang-orang Mesir menggunakan mistar dan tali
pembanding untuk menghitung tinggi bangunan - maka ia terinspirasi untuk
membuat hukum matematika untuk menghitung tinggi dan sisi miring segitiga
siku-siku. Dari kunjungan ke Mesir itulah Pythagoras lalu memperkenalkan
prinsip yang kita kenal dengan hukum Pythagoras.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar